Bagaimana Nabi mengajarkan kita untuk keluar dari bebas beban utang?

Islam sendiri ada cara-cara berhutang yang betul. Apa yang penting, berhutang ikut kemampuan kita dan bukan berhutang mengikuti apa kata orang mau.

Pertama di Dunia! Dubai Bikin Gedung dari Printer 3D

Teknologi printer 3D kian hari semakin canggih. Tak lagi digunakan untuk mencetak benda kecil, sebuah perusahaan asal Tiongkok bernama WinSun bahkan sudah menggunakan printer 3

Hacker ini Berhasil Menyematkan OS Windows 7 di Smartphone Asus ZenFone 2

Hal inilah yang dilakukan oleh seorang developer dalam forum XDA dengan akun bernama Yua Ca Van. Member tersebut pun sukses menyematkan OS Windows 7 pada ponsel ZenFone 2.

Wednesday, September 2, 2015

TUNJUKKAN CINTAMU, SUARAKAN BAHASAMU!

TUNJUKKAN CINTAMU, SUARAKAN BAHASAMU!
untuk pemilihan duta bahasa jawa barat 2015, karena diklaim panitia hehe.

Oleh : Satria Regi Guntara


Seiring berkembangnya arus globalisasi, setiap orang berupaya untuk meningkatkan

kapasitas dirinya untuk dapat bertahan hidup dalam menghadapi persaingan global. Setiap

orang mengupayakan diri untuk dapat memiliki pendidikan yang mumpuni, keterampilan yang

memadai, serta karakter yang unggul. Tak ayal, dalam upaya menghadapi persaingan global

tersebut, ada salah satu identitas bangsa kita yang mulai sedikit terlupakan, bahkan terabaikan,

bahasa.

Bangsa Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup banyak senantiasa bergerak

untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, sebagian besar warga negara tengah aktif menuntut

ilmu dan berkarya untuk dapat mengglobal. Tapi, di tengah upaya mengglobal ini, Bahasa

Indonesia semakin pudar kejayaannya, pamor Bahasa Indonesia mulai menurun atau

terimbangi dengan bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris. Dikarenakan penduduk Indonesia

takut tidak bisa bersaing dengan masyarakat asing bila tidak menguasai dan membiasakan diri

dengan bahasa internasional, Bahasa Inggris.

Dapat kita lihat bersama bahwa tidak hanya jumlah penutur saja, tetapi banyak produk-
produk asal Indonesia yang menggunakan merek berbahasa asing, mulai dari produk tekstil,

elektronik, sampai makanan. Begitu pun nama-nama tempat wisata, hotel, taman, serta

perhimpunan sepak bola daerah pun berbondong-bodong menggunakan bahasa asing. Semua

kenyataan yang ada menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia di negerinya sendiri sudah kalah

dibandingkan dengan bahasa asing. Bahasa Indonesia dianggap sudah tidak bernilai ekonomi,

dalam artian tidak menjamin kariernya yang lebih baik di negerinya sendiri. Namun dari sudut

pandang warga negara yang baik dan masih mencintai jati diri bangsanya, pasti akan prihatin

dengan bahasa kita yang tak kunjung mengalami dan kemajuan, dan malah semakin tersudut

dalam era globalisasi ini.

Padahal, jika kita lihat kondisi sekarang, dimana teknologi informasi semakin maju,

diikuti pula oleh kebijakan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mulai diterapkan pada

tahun 2015 ini, Bahasa Indonesia memiliki kesempatan untuk dapat maju dan mengglobal.

Maka perlu ada upaya dari kita semua sebagai penduduk Indonesia untuk turut memajukan

Bahasa Indonesia, bagaimanakah caranya? Sebenarnya caranya sederhana, dengan mencintai

bangsa kita, bangsa Indonesia. Karena disadari atau tidak, rasa cinta inilah yang dapat

mengantarkan kita untuk melakukan usaha bela negara. Bela negara adalah sikap dan tingkah

laku seluruh warga negara yang dilandasi oleh kecintaan terhadap bangsa dan negara dalam

menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.

Namun, mencintai bangsa ini adalah seperti layaknya mencintai seseorang, sebelum

dapat mencintai seseorang tersebut, umumnya kita perlu mengenal dan memahami seperti

apakah ia. Maka, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah mencoba untuk lebih mengenal

dan memahami lagi bangsa kita, agar hadir rasa cinta pada Indonesia.

Kenalilah pada hakikatnya, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sangat istimewa,

menurut Aulia Luqman (2014) bahasa ini terbukti mampu mempersatukan sekitar 1.128 suku

bangsa dengan 746 bahasa daerah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bahasa

Indonesia pun telah ditetapkan sebagai bahasa nasional yang diatur dalam pasal 36 Undang-
Undang Dasar 1945.

Menurut Sari (dalam Aulia Luqman, 2014), jika kita menengok negara India, India

“gagal” dalam menetapkan salah satu bahasa sebagai bahasa nasional dan resmi negara. Ketika

Sari menempuh studi di Amerika Serikat, ia memiliki dua orang teman dari India, yang salah

satunya berasal dari India bagian Utara dan lainnya dari India bagian Selatan. Seperti yang kita

ketahui bersama, India memiliki karakteristik sosial-kebahasaan yang mirip dengan Indonesia.

Tidak kurang ada 398 bahasa daerah berikut penuturnya yang mendiami seluruh wilayah India.

Akibatnyaa, dua orang India yang Sari temui di Amerika Serikat tersebut, harus menggunakan

Bahasa Inggris ketika berbicara satu sama lain, padahal memiliki status kewarganegaraan yang

sama.

Ketahuilah di tengah semakin berkurangnya kebanggaan penduduknya untuk

menuturkan Bahasa Indonesia, di belahan dunia lain justru Bahasa Indonesia telah menarik

minat bangsa lain untuk dipelajari. Betapa tidak, Bahasa Indonesia sangatlah kaya akan teori

tata bahasa, karya dan nilai-nilai sastra di dalamnya, berbagai karya seperti peribahasa, pantun,

puisi, pepatah, lagu sampai buku-buku yang ditulis oleh para penulis asal Indonesia sangatlah

banyak dan menarik untuk dipelajari. Bahasa Indonesia pun telah memiliki instrumen resmi

untuk menguji kemahiran Bahasa Indonesia, yakni UKBI. Hal ini membuktikan bahwa Bahasa

Indonesia merupakan bahasa yang matang dan patut diperhitungkan di mata dunia.

Saat ini saja menurut Hudjolly (dalam Aulia Luqman, 2014), terdapat 45 negara yang

mengajarkan Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah mereka, misalnya Amerika Serikat, Kanada,

dan Vietnam. Bahkan, ada sekitar 500 sekolah dan beberapa perguruan tinggi di Australia yang

memberikan pengajaran Bahasa Indonesia. Maka, sangatlah ironis bila derajat Bahasa

Indonesia di mata pemiliknya sendiri mulai menurun atau terimbangi dengan naiknya pamor

bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris.

Dengan berbagai kenyataan yang ada, maka kita patut berbangga memiliki satu bahasa

yang istimewa yang telah ditetapkan sebagai bahasa nasional, di saat negara di belahan dunia

lain penduduk provinsinya konflik membela bahasa resmi yang diinginkannya seperti yang

terjadi di Kanada, atau bahkan adapula yang tidak memiliki bahasa nasionalnya sendiri seperti

di India dan banyak lagi negara lainnya. Ketika rasa cinta terhadap bangsa dan bahasa

Indonesia telah tertanam pada setiap warga negaranya, maka tentu bukanlah hal yang sulit bagi

kita untuk menghadapi tantangan-tantangan di depan dan untuk terus maju.

Pahamilah salah satu contoh tantangan bahasa kita yang ada di depan mata adalah

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Ketika Indonesia harus menghadapi MEA, kebijakan ini

akan membuka lebar arus modal, material, sumber daya manusia, dan akses ekonomi yang

sebelumnya terhalang oleh syarat-syarat keimigrasian. Tenaga kerja Indonesia mungkin akan

semakin giat untuk masuk dan bersaing di negara lain, begitu pula tenaga kerja asing akan

berlomba-lomba untuk masuk dan bersaing ke Indonesia. Karena hal ini, tentu struktur sosial

budaya masyarakat Indonesia pun akan sedikit banyak berubah ke arah positif maupun negatif.

Dengan banyaknya pendatang asing ke Indonesia, tentu akan ada tantangan sendiri

dalam berkomunikasi di perusahaan maupun dalam kehidupan sehari-hari, maka diperlukan

satu bahasa yang dapat disepakati dan diterima bersama dalam kehidupan sehari-hari. Lantas,

bahasa apakah itu? Tentu sebagian besar dari kita akan menjawab Bahasa Inggris.

Dari pemikiran demikian, akan ada berapa banyak penduduk Indonesia yang merasa

cemas karena takut untuk bersaing dan berkarier di negeri sendiri karena tidak menguasai

Bahasa Inggris? Akankah Bahasa Indonesia tetap eksis di negeri sendiri? Akankah penduduk

Indonesia masih mau mempelajari dan mengkaji bahasanya sendiri di tengah pemikiran bahwa

bahasa yang dimilikinya tidak lagi memiliki nilai ekonomi untuk karier dan kehidupannya di

tanah airnya sendiri?

Inilah yang harus kita cermati, jangan sampai penduduk negeri ini kalah di tanah airnya

sendiri. Justru inilah kesempatan Bahasa Indonesia untuk dapat mengglobal, seharusnya

pendatang asinglah yang dibuat untuk dapat mempelajari dan menguasai bahasa kita.

Pemerintah bisa saja menetapkan bahwa bahasa resmi yang dipakai dalam percakapan antar

bangsa di dalam wilayah negeri kita sendiri adalah Bahasa Indonesia, bukan Bahasa Inggris.

Bisa saja pemerintah pun menetapkan syarat kelulusan UKBI untuk para pendatang yang ingin

berkarier di Indonesia tanpa bermaksud menutup diri dan menyulitkan para pendatang untuk

berkarya dan memajukan negeri ini, melainkan untuk menjaga identitas bangsa yang telah ada

sejak lama. Kita bisa saja membuat para pendatang asing untuk mau beradaptasi dengan Bahasa

Indonesia lewat percakapan-percakapan yang kita tuturkan. Bahasa asing memanglah perlu

untuk kita kuasai, tapi menjaga bahasa sendiri dan khususnya di negeri sendiri adalah

kewajiban. Maka dengan begitu, Bahasa Indonesia tetaplah bertahan hidup dan semakin jaya.

Semua ini tidak akan terwujud tanpa rasa cinta yang tertanam dalam diri penduduk

Indonesia, maka kawan tanamkanlah rasa cinta itu, biarkan ia tumbuh, berkembang dan

mendorongmu untuk terus dan terus menjaga dan membela tanah air ini, bangsa ini, bahasa ini.

Yuk, kawan, tunjukkanlah cintamu, suarakan bahasamu!

Referensi :

Aziz, Aulia Luqman. 2014. Penguatan Identitas Bahasa Indonesia sebagai Lambang Identitas

Nasional dan Bahasa Persatuan Jelang Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) 2015. Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. Jurnal Studi Sosial,

Th. 6, No. 1, Mei 2014, 14-20.